Thursday, August 12, 2010

4. Companion

Beberapa hari setelah mereka meniggalkan daerah perkemahan Bellato tersebut, sesuai dugaan Raxion muncul 5 unit penyelidik Accretia yang dipimpin TR-37. Mereka menemukan tubuh 3 unit sebelumnya tersebut, lalu TR-37 mulai melakukan pengecekan dan yang lain mencoba memeriksa daerah sekitar. “Bagaimana tuan TR-37, apakah Black Box mereka masih ada?” salah satu unit mendekati TR-37 dan bertanya. TR-37 mengamati tubuh-tubuh itu dengan seksama, dilihatnya bekas potongan dan menyentuhnya sedikit ‘Ini….’ pikirnya. Lalu dia melihat kalau panel dadanya sudah terbuka, biasanya terdapat sebuah kotak segi enam di bagian kanan dalam dada tersebut namun kotak itu hilang. 2 tubuh lainnya juga sama. “Black Boxnya hilang” ujar TR-37 setelah memeriksa seksama, “Siapapun yang membunuh mereka pasti mengambilnya.” Unit-unit lainnya yang selesai memeriksa daerah itu kembali dan melapor “Kami menemukan jejak seperti benda berat lewat, tapi ketika memasuki hutan jejak tersebut hilang. Sepertinya ada yang menutupi jejak tersebut.”

“Apa yang akan kita lakukan tuan TR-37?” Tanya unit lain. Belum sempat TR-37 menjawab tiba-tiba terdengar suara “Bagaimana penyelidikannya?” Mereka berbalik untuk melihat asal suara tersebut, rupanya yang berbicara adalah AS-00 yang memakai jubah Archonnya, serta merta mereka berdiri dan memberi hormat. Salah satu unit bertanya “Tuan Archon, kenapa anda bisa kesini? Seharusnya pekerjaan ini diserahkan kepada kami saja.” AS-00 berjalan mendekati tubuh-tubuh tersebut, unit lain langsung mundur memberikan jalan, sebelumnya dia melihat ke TR-37, mata mereka berpandang beberapa detik dengan cepat. AS-00 berjongkok dan memeriksa tubuh itu sambil berkata “Sebenarnya aku tertarik dengan masalah ini, jadi aku kesini untuk tempat kejadian ini.” Unit-unit lain saling berpandang tidak mengerti, lalu satu dari mereka bertanya “Jangan-jangan anda sudah tahu siapa pelakunya?” Mendengar pertanyaan itu TR-37 merasa tersentrum, sebenarnya ketika dia melihat bekas potongan pada perisai dan tubuh itu dia sudah bisa menebak pelakunya, RX-75. Karena dia yang mengajari RX-75 cara menebas dan beberapa teknik pedang, jadi dia tahu pasti cara memotong dan teknik yang dipakai untuk memotong perisai itu, meski begitu dalam hatinya dia berusaha menyangkal kalau pelakunya adalah anak didiknya.

AS-00 melihat sedikit kearah TR-37 yang berdiri disampingnya, bisa dilihat ketidak-tenangannya. Sambil berdiri dia menjawab “Sebenarnya sebelum terputus komunikasinya, Race Manager sempat mendengar kata-kata ‘RX-75…’” Mendengar hal itu TR-37 bagaikan dihantam godam raksasa, namun dia berusaha tegar agar terlihat tidak terpengaruh oleh kata-kata itu, sepertinya hal itu tidak berlaku untuk AS-00 yang memandangnya. Unit-unit lain pun mulai berbisik, salah satu dari mereka berusaha menyangkal “Tidak mungkin, tuan RX-75 tidak mungkin melakukan hal itu. Dia adalah idola kami dan panutan kami, tidak mungkin dia sampai tega membunuh orangnya sendiri bahkan dicap sebagai pengkhianat. Bukankah pemilihan Wakil Archon berikutnya dia juga dicalonkan?” AS-00 berpaling kepadanya sambil berkata “Aku mengerti, aku juga sebenarnya menyukainya bahkan aku juga sudah meminta Race Manager untuk menjadikannya Wakil Archon, tapi itulah kenyataannya.”

Mereka terdiam sebentar, tiba-tiba semak-semak di belakang AS-00 bergoyang, dan muncul monster. Salah satu unit terkejut melihat monster itu dan berkata “Rook Snatcher, apa mereka memang ada disini?” Rook Snatcher tidaklah sendirian, dia diikuti beberapa ekor snatcher lain. Mereka mengeluarkan senjatanya, TR-37 memegang Tower Axe miliknya dan bermaksud memberi perintah untuk menyerang, namun AS-00 menghalangnya dan berkata “Serahkan saja padaku.” AS-00 maju sambil mengeluarkan pedangnya, unit lain tercengang melihat pedang tersebut, begitu indah dan kuat namun mereka tidak mengetahuinya. Melihat itu TR-37 berkata “Sudah lama tidak melihat Tuan AS-00 mengeluarkan pedang kesayangannya Strong Intense Hora Sword.” AS-00 maju mendekati monster-monster itu, langsung saja Rook Snatcher dan bawahannya maju menyerang AS-00. belum sempat mereka melakukan apa-apa, AS-00 langsung mengeluarkan jurusnya yang menghantam tidak hanya Rook Snatcher, juga menghantam semua area sekitarnya. Jurus itu begitu kuat sampai menghancurkan area sekitar Rook Snatcher. Unit lain langsung terdiam melihat kehebatannya, Rook Snatcher mati dengan 1 kali serangan begitu juga bawahan-bawahannya. “Jurus apa itu, aku belum pernah melihat jurus yang begitu kuat.” Tanya salah satu mereka. TR-37 berkata dengan suara bergetar “Onslaught, jurus Master Warrior, sejauh ini hanya Tuan AS-00 yang menguasainya.” Ketika AS-00 berbalik membelakangi bangkai Rook Snatcher dengan jubahnya berkibar dan menyimpan pedangnya, TR-37 melanjutkan “Tidak heran jika dia dijuluki The Genocider.” Setelah mendekat, TR-37 bertanya “Apa yang harus kita lakukan dengan tubuh ini?” AS-00 memandang ke tubuh itu lalu berkata “Sebisa mungkin bawa pulang tubuh-tubuh ini. Yang sudah tidak bisa tinggalkan saja.” “SIAP!!” jawab mereka sambil memberi hormat.

Merekapun berusaha mengangkat tubuh-tubuh dan membawa pulang, TR-37 mengangkat tubuh terkakhir dan AS-00 mengawasinya sebentar, dia berbalik dan sebelum meninggalkannya dia berkata “Aku tahu kau pasti sudah menduga kalau pelakunya adalah anak didikmu dan sekarang ini kamu pasti punya beban pikiran. Tapi aku peringatkan apapun yang kamu lakukan jangan sampai mengikuti dia kalau tidak ingin mati. Mengerti?” TR-37 yang mendengarkan sambil berdiri berkata “Aku mengerti…. Pelatih….” Kemudian mereka meninggalkan tempat itu. TR-37 membalikkan badannya ke timur dan berkata dalam hati ‘RX-75….’

Raxion bergerak ke tenggara, menurut peta miliknya jika ingin ke ujung timur dia harus ke tenggara dari Sheba Rowland dan melewati Bud Plateau barulah bisa tiba di Amanus Peninsula. Black Box milik ketiga unit Accretia sebelumnya sudah dikuburkan. Dia menyusuri hutan sudah cukup lama, meski begitu sepertinya belum kelihatan ujung hutan tersebut. Tidak jauh darinya muncul 2 bayangan, bayangan-bayangan tersebut mengawasi Raxion. Salah satu bayangan berbisik ke bayangan lain “Dengar yah, begitu kuberi aba-aba kamu langsung menyerang dia, setelah itu kubantu dari belakang.” Bayangan yang dibisiki mengangguk. Sebenarnya Raxion bukannya tidak tahu kalau ada yang mengintai, tapi dia berusaha diam dahulu. Meski begitu tangannya sudah mengenggam Spadonanya.

Tiba-tiba terdengar teriakan keras “SEKARANG!!” Satu bayangan melesat kearah Raxion, langsung saja Raxion mengeluarkan pedangnya dan menahan serangan tersebut. Melihat sosok yang menyerangnya, Raxion terkejut dalam hati berkata ‘Animus Paimon?’ Tiba-tiba datang pedang es raksasa sampingnya, Raxion langsung melempar Paimon dan melompat menghindar serangan Force itu. Sepertinya penyerangnya terkejut, tapi Raxion tidak memberi kesempatan dan langsung saja dia mendekat “HAH!!” dihancurkan pohon-pohon yang menghalanginya dengan jurus Hysteria, bayangan itu terjatuh kebelakang. Ketika Raxion bermaksud mengeluarkan jurus Death Hack-nya, bayangan itu mengulurkan tangannya sambil teriak sedikit “Whoa stop…stop…stop…!!!!”

Untungnya pedang Raxion tertahan oleh pedang Paimon, sehingga jurusnya tidak keluar. Raxion menarik kembali pedangnya, tapi tidak disimpan untuk berjaga-jaga. Bayangan itu berdiri dan berkata “Rupanya orang, maaf aku salah menyerang.” Dia kemudian memberi perintah ke Paimon “Pateus ayo mundur” Paimon-pun mundur ke sampingnya. Setelah dia berdiri Raxion bisa melihat rupanya yang menyerang dia adalah pria Cora, berambut putih agak acak-acakan, bermata putih keabu-abuan dan tampangya seperti orang santai. Ketika Cora itu maju Raxion bertanya “Kenapa kamu menyerangku?” Sambil minta maaf Cora itu berkata “Maafkan aku, ketika melihatmu yang memakai kerudung aku kira monster tipe baru, jadi aku ingin menelitimu.”

‘Memang mantel pemberian Anna terbuat dari kulit monster, jadi tidak heran dia bisa salah kira’ Raxion menyimpan pedangnya dan membuka kerudung kepalanya. Dia berkata pada Cora itu “Aku juga minta maaf, hampir saja aku membunuhmu.” Cora itu sedikit tertawa berkata “Tidak apa-apa, dalam hidup kita memang cukup sering melakukan kesalahan. Tapi sedikit lagi mungkin aku akan ke samping Decem. Tapi aku tak menyangka kalau kamu Accretia” Lalu dia mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri “Namaku Vinze Spiritual Grazier dan dia Pateus.” Raxion juga mengulurkan tangan dan berkata “Aku Raxion Warrior Punisher.” Raxion melihat kearah Paimon dan bertanya “Kenapa kamu memanggil Paimon dengan nama Pateus?” “Karena bagiku dia adalah teman, dan tidak mungkin kan kita memanggil teman dengan julukan?” jelas Vinze. “Jadi kamu juga menamai Animus-mu yang lain?” “Tentu saja.” Ujarnya sambil mengeluarkan Animusnya yang lain.

“Kenalkan Innana – Ilia, Isis – Imina, Hecate – Heidi.” Dikenalkan semua Animusnya satu-persatu. Raxion hanya sedikit terdiam, lalu berkata “Baru kali ini aku melihat ada Cora yang begitu rajin menamai setiap Animusnya.” Vinze tertawa terbahak-bahak berkata “Terima kasih atas pujiannya.” Animus lainpun hanya bisa terdiam, dalam hatinya Raxion berpikir ‘Jika bisa ngomong entah apa yang akan dikatakan Animusnya.’ Setelah Vinze menyimpan Animus miliknya, Raxion kembali bertanya “Apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?” Vinze menjawab dengan sedikit menunduk “Sebenarnya aku sedang menuju ke timur, tapi….” “Tapi….?” “Aku kehilangan petaku, hahahaha….” Raxion hanya bisa menggeleng-geleng, lalu dia menawarkan “Kebetulan arah kita sama, bagaimana kalau kamu juga ikut?” Vinze menggenggam tangannya dengan semangat sambil sedikit menangis “Terima kasih banyak…..” ‘Sepertinya aku bertemu dengan orang menarik…’ pikir Raxion dalam hati.


Mereka bersama-sama menyusuri hutan dengan hening, lalu Vinze bertanya “Kenapa kamu yang Accretia berjalan sendiri?” Raxion berhenti sebentar lalu bermaksud menjelaskan “Sebenarnya…” belum sempat dia berkata apa-apa terdengar teriakan keras dari samping mereka “KYA!!!!!!” Mereka menoleh, rupanya nampak gadis Bellato dikejar segerombolan monster Hobo Blade. Tiba-tiba gadis itu tersandung akar pohon dan jatuh, karena tidak sempat berdiri dia hanya bisa mundur pelan sambil terduduk. Vinze mengeluarkan Sickle Staff-nya, tapi Raxion menghalangnya sambil berkata “Ini kesempatan bagus untuk mencoba Launcher baruku, bisakan kamu memerintahkan Paimonmu untuk menahan Hobo-Hobo itu selama aku mencoba me ‘Lock On’ target?” “Aku mengerti” ujar Vinze, lalu dia bergumam “Aku memanggilmu wahai engkau yang menjadi pedang dan perisaiku. KELUARLAH ANIMUS PAIMON!!” Paimon keluar dan Vinze langsung memerintahkannya “Pateus, sebisa mungkin tahan Hobo-Hobo dari gadis Bellato itu.” Paimon mengangguk lalu terbang kearah Hobo-Hobo tersebut. Salah satu Hobo Blade mengangkat pedangnya dan bermaksud menebas gadis itu, tapi langsung ditahan Paimon.

Raxion mengeluarkan Launchernya dari dan memantapkan pijakannya. Dia berusaha berkonsentrasi pada Hobo-hobo itu, yang untungnya semuanya berada di 1 garis tembakan. Setelah yakin targetnya dia menarik pelatuknya, tapi dia terkejut karena tembakannya tidak keluar “Apa yang…?!” Belum dia selesaikan kalimatnya, ujung Launcher itu terkumpul energi dan semakin besar. Karena sedikit kaget Raxion melepaskan jarinya dan langsung saja energi itu meledak dan menyembur ke depan, namun semburan energi itu seperti kerucut. Raxion tidak dapat menahan dorongan energi itu dan membuat dia terdorong mundur sedikit. Vinze yang melihat kejadian itu langsung berteriak ke Paimon “PATEUS, LINDUNGI GADIS ITU CEPAT!!!!” Paimon langsung meninggalkan Hobo tadi dan langsung mendekap gadis itu.

Hobo-Hobo itu melihat ke samping, namun belum sempat mereka berbuat apa-apa ledakan itu sudah mengenai mereka dan menimbulkan asap. Baik Vinze maupun Raxion tidak bisa melihat untuk sementara karen asap yang tebal itu. Setelah asap itu menipis barulah mereka terkejut. Hobo-Hobo itu lenyap, hanya meninggalkan jejak seperti bayangan mereka, dan pohon-pohon sekitar juga banyak yang hancur. Raxion sedikit terpana, dia melihat kearah meteran digital Launcher. Meteran itu menunjuk sisa energinya adalah 64% dan kemudian mulai melakukan pengisian. ‘Tembakan sekuat itu hanya memakan 36% tenaga, apa jadinya jika 100% tenaganya terpakai. Salah sedikit saja tanpa Siege Kit aku akan terlempar’ Pikirnya dalam hati. Vinze bersiul ringan “Rupanya tembakan Charge Launcher Accretia memang dashyat yah.” Raxion memandang Launcher itu, lalu menyimpannya sambil berkata “Harusnya tidak, Launcher ini sudah dimodifikasi.”

Vinze baru teringat gadis tadi dan Paimon, jadi mereka bergegas ketempat Paimon. Dia menemukan Paimon tidak terluka dan sedikit lega, lalu dia bertanya “Gadis itu?” Paimon berbalik dan menunjuk ke gadis Bellato yang pingsan. Raxion melihat ke gadis itu, rambutnya berwarna pink diikat bulat di kiri kanan dan wajahnya imut. Vinze sedikit lega, lalu dia berbalik bertanya ke Raxion “Apa yang harus kita lakukan?” Raxion melihat langit berkata “Sudah mulai senja, terlalu berbahaya untuk kita bergerak malam.” Dikeluarkan petanya dan dipelajarinya sebentar, lalu dia melanjutkan “Tak jauh didepan kita ada sungai dan tanah lapang, kita berkemah saja disana.” Raxion menatap ke gadis itu dan berkata lagi “Untuk sementara ini kita bawa dia juga, sampai dia bangun barulah kita putuskan apa yang harus kita lakukan.” Vinze mengangguk setuju, lalu mereka melanjutkan perjalanan.

Sampai di tanah lapang yang dimaksud, Raxion meletakkan gadis Bellato itu dan membuka mantelnya untuk menyelimuti dia. Vinze mengumpulkan ranting-ranting kering dan dikumpulkan ranting tersebut di jadi 1. Raxion mengambil batu-batu kecil dan diletakkannya mengelilingi ranting tersebut. “Kalau mau nyalakan, biar kupakai Force api.” Ujar Vinze semangat sambil mengeluarkan tongkatnya lagi. Raxion melarangnya, dikeluarkan 2 batu kecil dari tas pinggangnya. Vinze sedikit bingung bertanya “Apa itu?” “Batu api, jika digesekkan akan keluar bunga api.” Raxion menjelaskan sambil menggesek batu itu, tak lama api kecil muncul dan ditambahkan ranting kering lagi sampai apinya jadi besar.

Vinze bersiul kagum sedikit, lalu dari kantongnya dikeluarkan daging. Dia mencari ranting untuk menancapkan dan membakarnya. Selang beberapa lama, gadis itu mulai terbangun, sepertinya dia terbangun karena aroma daging itu. Gadis itu mengucek-ngucek matanya, yang berwarna biru langit, dan sedikit terkejut ketika melihat Vinze dan Raxion. Raxion menenangkannya sambil berkata “Tenanglah, kami melihat kamu dikejar-kejar gerombolan Hobo tadi, jadi kami menolongmu. Kamu pingsan tadi, jadi terpaksa kami bawa juga. Tidak mungkin kami meninggalkan seorang gadis di hutan sendirian.” Vinze menawarkan daging tadi sambil tersenyum “Kamu pasti lapar, ini makanlah.” Gadis itu mengambilnya sambil mengucapkan terima kasih dan memperkenalkan diri “Namaku Miriam, Ranger Infiltrator, terima kasih sudah menyelamatkanku.”

Setelah menghabiskan makanan. Raxion bertanya padanya “Kenapa kamu seorang diri ditempat seperti ini?” Miriam dengan muka sedikit merah menjelaskan “Sebenarnya saya hanya bermaksud berjalan keluar sedikit dari wilayah Perserikatan, tapi saya tersesat, dan suka tidak tahu arah. Jadinya aku berjalan sampai kesini.” Raxion sedikit terdiam, lalu melanjutkan “Tapi, inikan sudah jauh sekali dari wilayah Koloni Perserikatan.” Lagi-lagi muka Miriam memerah melanjutkan “Memang begitu, karena tidak punya peta saya hanya berusaha mengikuti arah matahari terbenam, tapi begitu masuk hutan saya jadi tidak tahu arah lagi dan rupanya terus ke timur.” Mereka berdua hanya bisa terdiam karena sedikit terkejut. Lalu Raxion melihat kearah Vinze dan bertanya lagi “Kalau kamu?” Vinze menyandarkan punggungnya, lalu bercerita “Aku bermaksud ke benua timur, karena kudengar sebuah cerita orang tuaku ketika kecil.” Miriam bertanya “Apakah orang tua-mu masih hidup?”

Vinze menggeleng kepalanya “Orang tuaku keduanya adalah Grazier, mereka cukup terkenal. Tapi mereka meninggal ketika berusaha menahan monster ganas yang menyerang Pos di Koloni Alliansi, waktu itu aku masih kecil. Kemudian aku diasuh kakekku yang seorang ilmuwan, makanya aku suka meneliti monster baru dan mempelajari bahasa lain.” Barulah Miriam kaget dan sadar “Jadi karena itukah kamu bisa mengerti bahasa Bellato?” sedikit bangga Vinze berkata “Begitulah. Tapi kalau Raxion aku tidak tahu.” “Aku hanya dipasangi Talk Jade, jadi aku mengerti bahasa kalian.” Raxion menjelaskan, lalu dia bertanya “Kalau begitu, Animus-Animus itu adalah punya orang tuamu?” “Ya, kakek memberikannya ketika aku sudah menjadi Grazier. Merekalah temanku yang terbaik.” Hening sebentar lalu Raxion kembali bertanya “Sebenarnya cerita apa yang kamu dengar ketika kecil?” Vinze berpikir sedikit, lalu dia menceritakan “Orang tuaku sering menceritakan, meski kita bertiga selalu berperang, tetapi katanya disuatu daerah di benua timur, baik Accretia, Bellato maupun Cora hidup berdampingan.” Mendengar itu Raxion mendongak, dalam hatinya berkata ‘Utopia…’

Miriam dengan mata yang berbinar-binar berkata “Akan sangat bagus kalau memang ada tempat seperti itu.” Vinze ketawa kecil lalu melanjutkan “Sebenarnya tempat itu ada.” Raxion dan Miriam kaget, melihat reaksi mereka berdua dia menjelaskan “Sekitar seminggu yang lalu, aku melihat sebuah buku di tempat kerja kakek. Buku itu tidak ada judul dan sampulnya kucel. Setelah kulihat rupanya itu buku harian, didalamnya terdapat nama ayahku. Dibuku itu ayah bercerita kalau sebelumnya dia termasuk salah satu anggota inspeksi Novus dan dari sanalah juga dia bertemu ibuku, mereka dikirim ke benua timur untuk menyelidiki daerah tersebut. Selama berkeliling berhari-hari banyak teman mereka yang gugur karena monster-monster yang jauh lebih kuat dari pada sini.”

Vinze menghembuskan nafas sebentar lalu melanjutkan “Suatu hari mereka pingsan karena kecapekan, mereka mengira sudah mati. Selama itu samar-samar mereka melihat suatu pemandangan ganjil, ketiga bangsa yang harusnya bermusuhan, hidup berdampingan dan saling membantu. Awalnya mereka mengira mereka sudah di berada di tempat Decem, tapi ketika membuka mata barulah sadar kalau mereka masih hidup. Luka mereka dibalut dan mereka pun merasa lebih sehat. Meski begitu pemandangan yang mereka lihat ketika pingsan itu sama sekali tidak ada. Beberapa hari kemudian bantuan datang dan mereka pulang dengan selamat. Kemudian merekapun menikah.”

“Ketika aku sedang melihat-lihat lagi buku harian itu, kakek memergokiku. Dia memarahiku dan mengancam apapun yang terjadi aku tidak boleh menuju ke benua timur.” Lanjutnya sambil mengenang “Tentu saja aku menentangnya, malamnya aku diam-diam keluar setelah meniggalkan sepucuk surat pada kakek. Saat ini dia pasti lagi marah-marah sambil membaca surat itu” Miriam yang mendengarkan mulai bertanya “Apakah kamu tidak sedih meninggalkan kakekmu?” Vinze menjawab “Memang, tapi bagaimanapun juga aku ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri tempat yang diceritakan orang tuaku.”

Hening sebentar, lalu Vinze bertanya pada Raxion “Kalau kamu?” Raxion diam sebentar, lalu dia menceritakan semuanya. Awal peperangan di Ether, wanita Cora yang dibebaskan, pertemuannya dengan Bellato Nomaden, serta alasan dia mulai melakukan perjalanan. Setelah selesai Vinze menundukkan kepala berkata “Terima Kasih sudah membebaskan wanita itu…” Raxion terheran bertanya “Untuk apa kamu berterima kasih? Apakah dia kenalanmu?” Vinze menjelaskan “Dia memang bukan siapa-siapa bagiku, tapi kami adalah sebangsa Cora, jadi kami adalah saudara.” Miriam mendekati Raxion dan mendekap tangannya berkata “Terima kasih juga sudah membela Bellato nomaden itu. Saya yakin saya tidak salah menilai kamu meski kamu adalah Accretia.” Raxion hanya menundukkan kepala “Tapi aku sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa pada pasangan Bellato di Ether itu.” Miriam menggeleng-geleng menjawab “Tidak, bagaimanapun juga itu adalah takdir. Karena mereka jugalah akhirnya kamu bisa kesini.”

Vinze berdiri dengan semangat berkata “Yosh, kalau gitu kita sama-sama ke benua timur. Setuju?” Miriam nampak antusias berteriak kecil “Yay.” Raxion hanya diam saja, dia melihat langit lalu berkata “Sudah malam, sebaiknya kalian tidur. Biar aku yang berjaga saja.” Vinze dan Miriam menganggu setuju. Mereka mengeluarkan kain dari tas mereka dan memakainya sebagai selimut. Subuhnya mereka belum bangun tapi Raxion sudah menghilang. Dia meninggalkan surat dan salinan peta untuk mereka. Suratnya berisi ‘Aku akan jalan sendirian, bagaimanapun juga aku tidak ingin merepotkan orang lain lagi. Maaf.’
Raxion berjalan sudah cukup jauh dari perkemahan tadi. Dilihatnya lagi peta miliknya, dan dia sadar kalau tidak jauh lagi sudah keluar dari hutan ini. Dia menoleh ke belakang dan berkata “Kuharap kalian berdua tetap selamat.” Tak lama setelah jalan, dia berhasil keluar hutan. Tapi dia terkejut melihat Vinze dan Miriam sudah menunggunya di luar hutan. “Hei, kamu terlambat. Padahal kalau kamu lihat baik-baik petamu ada jalan pintas keluar hutan lho.” ujar Vinze sambil mengedipkan matanya. “Kalian…. Kenapa? Bukankah sudah kukatakan aku tidak ingin merepotkan lagi?” Tanya Raxion. Vinze menepuk bahunya berkata “Jangan seenaknya berkata merepotkan, justru berkat petamu lah baru kita bisa keluar bukan? Lagi pula tujuan kita samakan?” “Memang betul, tapi bagaimana dengan Miriam?” Raxion memandangnya, Miriam menjawab “Saya sudah terlanjur sampai disini, jadi saya putuskan ingin ikut dengan kalian. Meski saya sedikit ceroboh dan kikuk, tapi saya yakin saya pasti bisa membantu.”

“Tapi…” Raxion berusaha membantah. Vinze melanjutkan “Jika Accretia, Bellato, Cora yang ditulis ayahku saja bisa bekerja sama dan hidup damai, mengapa tidak dengan kita? Bagaimanapun juga kita sudah menjadi teman seperjalanan bukan?” Raxion terdiam sebentar, dia melihat ke Vinze lalu Miriam. Akhirnya dia menyerah berkata “Baiklah, mulai sekarang mohon bantuan kalian.” Vinze tersenyum bangga menjawab “Sama-sama Raxion.” Miriam juga tersenyum manis. Mereka lalu melanjutkan perjalanannya.
Up2YouGan is offline Add to Up2YouGan's Reputation Report Post Report Post

Artikel Terkait



0 comments:

Post a Comment