Thursday, August 12, 2010

5. Temple

Tambang Crag, beberapa saat sebelum perang. Tiap-tiap bangsa sudah mulai menyiapkan diri di masing-masing Pengendali Chip, bahkan 1 jam sebelum perang. Di Pengendali Chip milik Accretia, nampak semua unit, baik Expert maupun Elite mulai berkumpul. AS-00 dan Wakil Archon lainnya juga sudah disana. Begitu semua unit untuk war sudah terkumpul, AS-00 memberikan ceramah “Dengar, pada perang sebelumnya kita hamper berhasil merebut Chip milik Cora, tapi karena Bellato kita terpaksa harus mundur untuk melindungi Chip kita. Jadi hari ini kita harus bisa merebut Chip Cora dan Bellato, MENGERTI!!” Serentak semua unit menjawab dengan semangat “SIAP KAMI MENGERTI TUAN ARCHON!!!!”

AS-00 melanjutkan “Dalam perang kali ini karena harus menyerang ke 2 tempat, aku tidak bisa memberi semua perintah. Meski merebut 2 Chip, tapi prioritas kita adalah Chip Cora. Jadi yang menyerang ke Cora dengar komando kami, sedang yang menyerang ke Bellato dengar komando unit Elite.” AS-00 melihat ke semua unit, lalu dia melanjutkan “Sekarang aku akan membagi unit-unit yang akan melakukan pertahanan. Jadi yang kupanggil langsung ke tempat yang kuminta MENGERTI!!!” “SIAP!!!”


“20 Engineer pasang Guard Tower di dekat Chip!!” Yang diperintah langsung bergerak ke arah Chip dan memasang Guard Tower di sekitar Chip, setelah selesai AS-00 melanjutkan “30 unit Scout pasang di perangkap di dekat Chip dan membantu menghalangi musuh masuk. 30 unit Dementer bersiap-siap di dekat Chip, tembaki mereka yang berusaha masuk kedalam. Kalau ada yang masuk serang mereka, kalau perlu ledakin diri” Scout yang dimaksud mulai memasang perangkap-perangkap di Chip dan mengeluarkan senjatanya, Dementer juga mengeluarkan senjatanya dan mulai melakukan persiapan. AS-00 melanjutkan lagi “60 unit campuran Gunner dan Striker mengelilingi Chip bentuk 2 lapis, Striker didalam dan Gunner menutupi celah-celah bebatuan. Pasang Siege Kit kalian dan jangan pernah disimpan!!!” Langsung saja mereka bergerak melingkari Chip dan memasang Siege Kit untuk melindungi supaya tidak ada yang masuk. “100 unit gabungan Gladius dan Mercenary hadang musuh supaya tidak maju ke Striker dan Gunner. Striker dan Gunner tembaki musuh yang ditahan mereka.” 100 unit yang dimaksud maju dan melindungi Gunner dan Striker di belakangnya.

“10 Phantom Shadow bagi jadi 2 grup dan awasi Chip musuh.” 10 Phantom Shadow langsung menghilang, mereka membagi jadi 2 grup dan bergerak ke Chip musuh. “Sisa unit bagi menjadi 2 grup sama rata, yang satu ikut kami ke Chip Cora, yang satu lagi ke Chip Bellato.” Sisa unit itu mulai membagi diri menjadi 2 kelompok, yang menyerang ke tempat Bellaro mulai bergerak ke kiri. Setelah selesai, AS-00 memandang Chip sebentar lalu memberi perintah lagi. “Unit Pertahanan jangan pernah bergerak dari pos masing-masing, jika sudah terdesak hubungi Wakil Archon dan biar mereka yang mengkoordinir.” Kemudian
AS-00 mengeluarkan pedangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi berteriak “SEMOGA KEKUATAN KERAJAAN MENYERTAI KALIAN DAN KALIAN TIDAK MEMALUKAN NAMA YANG MULIA!!! UNTUK KERAJAAN!!!” Semua unit juga mengangkat senjatanya berseru “UNTUK KERAJAAN!!! HHHHOOOOO!!!”

Kemudian tiap-tiap Pengendali Chip mulai aktif pertanda perang sudah dimulai. Unit yang diperintah ke Chip Bellato mulai bergerak, sedangkan Archon dan Wakil Archon beserta unit lain mulai bergerak menuju ke Chip Cora. Belum setengah perjalanan nampak pasukan Cora bermunculan. Deretan Animus-Animus mulai nampak, dan mereka juga maju menyerang Accretia. Melihat Animus-Animus keluar, langsung saja Mercenary dan Assaulter menahan Animus-Animus itu, Striker dan Gunner menembakinya. Punisher juga mulai menyerang Grazier dan Summoner yang dibelakang Animus. Meski bergerak bersamaan Archon dan Wakil Archon maju paling depan dan mulai menghajar Cora-Cora yang maju menantang mereka. AS-00 dikepung oleh kumpulan Templar Knight, Guardian, dan Black Knight. Salah satunya berkata “AS-00 kau harus membayar atas perbuatanmu dulu. Wakil Archon kami kau lukai sampai koma dan hingga sekarang belum sadar.”

AS-00 mengangkat bahu dan berkata “Itukan karena salahnya yang menyerangku dari belakang. Masih untung aku tidak membunuhnya. Ah salah ya, yang benar aku tidak sempat membunuhnya.” Cora-Cora yang mengepungnya nampak marah, bahkan mulai menyerang dengan penuh emosi. AS-00 tenang-tenang saja, dia mengeluarkan pedangnya, hanya saja bukan 1 bilah Strong Intense Hora Sword, melainkan 2 bilah. Melihat itu mereka terkejut, tapi tidak sempat mempertahankan diri. AS-00 mengeluarkan jurus Tornadonya yang langsung menebas mereka semua, tapi karena jaraknya terlalu jauh luka mereka tidak terlalu dalam. Cora tadi menahan lukanya memandangi AS-00 berkata “Tidak mungkin, bagaimana mungkin kamu bisa membawa 2 bilah pedang seperti itu?”

Tampaknya AS-00 tidak memberi ampun, dia bermaksud mengeluarkan jurus lainnya. Tiba-tiba dari depan muncul 6 orang Warlock, mereka mengeluarkan serangan bola angin, karena menyerang bersamaan bola angin itu jadi besar. Bola angin itu tampak mengenai AS-00 dan mengeluarkan asap, melihat itu salah satunya berseru “Yes, akhirnya dia bisa dilukai.” Tapi begitu asap menipis, mereka terkejut karena nampak Siege Kit Accretia, rupanya OP-52 mengeluarkan Siege Kitnya dan melindungi AS-00. Dia menoleh ke AS-00 berkata “Huh sudah kubilang, kalau tidak ada aku, kau sudah mati 100 kali.” Diangkatnya Siege Kit itu dan diarahkan ke Warlock tadi, dia juga mengeluarkan satu Launcher lagi ditangan kirinya dan dipasang Siege Kit juga. Diantara Wakil Archon, OP-52 memang terkenal dengan julukan The Mad Striker yang mampu mengangkat Siege Kit yang berat dan memakai 2 Launcher sekaligus. Ditembaknya gerombolan Warlock itu dengan jurus Doom Blast dan Dread Fire, membuat gerombolan Warlock itu kena serangan telak.

OP-52 sambil menyimpan Siege Kitnya memaki “Huh gerombolan sampah!!” Tiba-tiba disekelilingnya bermunculan Assasin yang bermaksud melakukan Sneak Attack. Belum mulai menyerang mereka sudah tumbang, rupanya LK-67 dan QG-92 menyerang mereka semua. QG-92 meletakkan pedang di bahunya dengan santai berkata “Seperti biasa kamu suka lengah OP-52.” OP-52 menatapnya berkata dengan nada ancaman “Huh aku tidak perlu nasihat dari anak kecil seperti kamu.” LK-67 paling ahli bergerak diam-diam dan membunuh musuhnya tanpa suara sehingga dijuluki The Silent Assasin, sedangkan QG-92 terkenal dengan kombinasi jurusnya yang hampir tidak ada celah sehingga dijuluki The Unbreakable.

Tiba-tiba tanah di Tambang Crag bergetar, QG-92 berusaha menyeimbangkan diri berteriak “Apa ini, apa mungkin gerombolan MAU?” AS-00 mendapat komunikasi dari salah satu unit, dia mendengarnya. Unit itu berkata dengan gelisah “Tuan Archon, Pengendali Chip kita…. Jadi aneh.” Wakil Archon lain, yang juga bisa mendengar percakapan itu, tersentak kaget. Mereka melihat kearah Pengendali Chip. Meski posisi mereka cukup jauh, mereka masih bisa melihat Pengendali Chip dari posisi mereka. Pengendali Chip mereka bergoyang dengan hebat, lalu hancur berkeping-keping. Meski begitu Chipnya masih melayang-layang. Tiba-tiba ada komunikasi lagi, AS-00 kembali mendengar “Disini Phantom Shadow yang mengintai Chip Bellato, Pengendali Chip mereka tiba-tiba hancur dan Chipnya melayang-layang.” Belum habis kekagetan mereka, komunikasi terhubung lagi, terdengar suara “Disini Phantom Shadow pengintai Chip Cora. Pengendalinya tiba-tiba hancur, meski begitu Chipnya selamat dan hanya melayang-layang diatas puing-puing.”

Terdengar suara raungan keras dari arah tambang tengah, serentak semua berhenti bertempur dan menutup telinga mereka. Raungan itu berhenti, belum selesai AS-00 memahami arti raungan itu, salah satu unit yang berada di dalam tambang tengah menghubungi AS-00 melaporkan “Tuan Archon, ada kejadian aneh. Holy Stone Keeper yang seharusnya tidur tiba-tiba bangun dan meraung sangat keras. Lalu… WAAAAA!!” Komunikasinya terputus, AS-00 hanya bisa menduga unit tadi sudah mati dibunuh Holy Stone Keeper. Sekali lagi terdengar suara raungan yang lebih keras dari sebelumnya, tiba-tiba ketiga Chip bersinar dan terbang ke tambang tengah. Ketiga Chip itu hanya berputar-putar di atas tambang tengah. Semuanya hanya bisa terdiam melihat kejadian aneh itu. QG-92 berbalik bertanya pada AS-00 “Apa yang harus kita lakukan Tuan Archon?” AS-00 memasang komunikasi global, lalu berseru “Kepada semua unit, hentikan pertempuran. Mundur ke markas sekarang juga!!!” Semua unit langsung berlari menuju ke portal milik Kerajaan, ada juga yang menggunakan gulungan teleport ke markas. AS-00 berkata pada Wakil Archon lain “Kita mundur dulu, sekarang ini tidak ada yang bisa kita lakukan. Lebih baik kita melapor ke Race Manager.” Mereka lalu bergerak mundur, nampaknya Cora dan Bellato juga memilih keputusan yang sama. Sebelum memasuki portal, sekali lagi AS-00 melihat kearah 3 Chip itu. Ketiga Chip itu masih berputar-putar di atas tambang tengah.

Raxion cs sudah tiba Bud Plateau dan berjalan ke Amanus Peninsula. Selama perjalanan, mereka saling berbagi cerita dan pengalaman. Miriam merupakan anak dari pasangan berprofesi Armor Driver, sebenarnya orang tuanya ingin dia juga menjadi Armor Driver tapi Miriam ingin mencoba menjadi Ranger. Raxion bertanya “Apa orang tuamu tidak khawatir dengan kamu yang sudah menghilang selama seminggu?” Miriam hanya menjawab dengan tersenyum “Mereka sudah biasa kok, saya sudah diijinkan untuk mandiri sejak menjadi Expert. Jadi sudah hal yang biasa saya tidak pulang ke rumah untuk beberapa lama. Pernah karena tersesat, saya meninggalkan rumah sampai 4 bulan.”


Dalam perjalanan, mereka sudah banyak bertemu monster-monster. Tapi kerja sama mereka sangat hebat dan rapi. Biasanya Vinze melakukan support dari belakang dengan Force, Raxion dan Animus maju menyerang monster, dan Miriam memasang jebakan atau menyerang dari belakang, meski terkadang agak ceroboh sampai serangannya hampir mengenai mereka. Malamnya mereka berkemah dan saling bercerita mengakrabkan diri, lama-lama Raxion bisa merasakan kedekatan dengan mereka ‘Mungkin inilah yang disebut persahabatan sejati, seperti kata Horad.’ Pikirnya dalam hati.

Ketika melanjutkan perjalanan, Raxion yang sambil jalan memeriksa peta tiba-tiba dikagetkan teriakan Vinze. Rupanya didepan mereka ada sebuah kuil tua. Miriam melihat kagum kuil itu, sedangkan Vinze bersiul dengan nyaring. Raxion mengamati kuil itu, lalu memeriksa peta sekali lagi, dia berkata pada mereka berdua “Aneh, menurut peta sama sekali tidak ada kuil dimanapun. Kenapa begitu yah?” Vinze menoleh ikut melihat peta itu, lalu menjawab “Mungkin lupa dimasukkin.” Miriam nampak antusias, lalu mendesak mereka berdua dengan mata berbinar-binar “Kita masuk yuk, kuil tua itu kayaknya menarik. Siapa tahu ada harta karun atau Force kuno.” Sekali lagi Raxion melihat kuil tua itu, dia memandang samping kuil. Nampaknya kuil itu sangatlah luas, bahkan susah untuk melihat ujungnya, juga sangat tinggi.

Setelah menimbang sebentar Raxion mengangguk sambil menutup petanya “Baiklah, kita masuk saja. Biasanya kuil seperti itu ada pintu tembusnya, mungkin kita bisa menghemat waktu kita.” Mereka masuk ke dalam kuil itu, kuil tua itu tampaknya rapuh, tapi jika diamati seksama fondasinya masih berdiri kuat. Hal ini membuat mereka sedikit lega karena mengira kuil ini mungkin akan runtuh suatu saat. Ketika masuk kedalamnya mereka mengira akan muncul di aula yang luas mengingat tinggi kuil itu ketika dilihat dari luar, tetapi rupanya tidak. Masuk ke dalamnya mereka langsung melihat patung, tapi patung itu sudah agak hancur dan hanya tersisa setengah badannya. Di samping patung itu nampak patung lain yang berbentuk seperti monster, hanya saja bentuknya berbeda dengan monser yang pernah mereka lihat selama ini.

Miriam mendekat dan mengamatinya sebentar, lalu berkata “Sepertinya patung monster ini sedikit aneh ya, matanya merah sekali. Lagipula tangannya banyak dan tanduknya tumbuh dimana-mana.” Vinze berjalan ke pintu dibelakang patung itu, sedangkan Raxion juga mendekati patung itu. Setelah mengamati dengan seksama, dia kemudian sadar kalau dibawah kaki kedua patung itu nampak figur-figur kecil seperti orang dan monster. figure-figur yang di bawah kaki monster itu nampak diinjak olehnya, sedangkan yang berada disamping patung yang satu lagi sepertinya menyembah patung itu. “Hei, coba kalian kesini.” Vinze berteriak pada mereka. Miriam dan Raxion berjalan menuju ke asal suara. Vinze menunjuk ke tembok sambil berkata “Coba kalian lihat, sepertinya gambar-gambar ini menceritakan sesuatu yah?”

Raxion yang melihat gambar itu berusaha mencoba memahaminya. Gambar itu sudah agak rusak karena tembok yang retak serta cat yang luntur. Dari gambar itu dia bisa melihat sebuah planet, lalu planet sepertinya didiami oleh sekumpulan makhluk. Makhluk-makhluk itu sepertinya memuja 3 potong batu yang melayang. Di gambar selanjutnya 3 potong batu itu nampak bersinar dan makhluk-makhluk itu ketakutan. Gambar berikutnya nampak gambaran monster, Miriam yang melihat gambar itu berseru “Hei, bukankah itu gambar dari patung monster di depan tadi?” Raxion dan Vinze mengamati dengan seksama gambar itu, memang gambar monster itu persis seperti patung monster yang ada di depan tadi. Raxion bergerak ke samping melihat gambar berikutnya, dilihatnya monster itu mengenggam 3 potong batu yang bersinar itu. Didepan monster itu nampak seorang pria raksasa yang bertangan 4 memegang 3 macam senjata pedang, tongkat, dan busur panah.

Mereka melihat kalau gambar itu berhenti, mengira kalau sudah habis. Tapi ketika berbalik rupanya gambar itu disambung ke tembok belakang mereka. Nampak monster dan pria besar itu bertarung sampai menghancurkan permukaan planet bahkan makhluk-makhluknya. Gambar berikutnya menampakkan monster itu terkapar dan 3 potong batu itu melayang didepan pria raksasa itu. Kemudian monster itu tampak diikat dan dikurung di bawah tanah, diatasnya nampak banyak batu-batu seperti kristal. Gambar terakhir menampakkan 3 potong batu itu dipisah dan diletakkan di 3 tempat berbeda.

Vinze melihat gambar itu dari awal dan berusaha mencernanya, lalu dia bergumam “Sepertinya gambar ini bercerita kalau ada monster yang berusaha mengambil 3 potong batu yang bersinar. Tapi dihentikan oleh pria raksasa yang akhirnya mengalahkan dan menyegelnya.” Raxion mengangguk setuju, dia kembali melihat gambar-gambar itu dengan seksama. Entah mengapa dia merasa kalau gambar 3 potong batu itu pernah dia lihat dimana. Miriam menyusuri gambar sampai keujung pintu, dia melihat ada ukiran aneh. Dia berseru pada mereka “Vinze, Raxion coba kalian ukiran ini.”

Vinze yang duluan berjalan kearah Miriam sambil bertanya “Apa yang kamu temukan Miriam?” Miriam menunjuk ke ukiran yang ada didekat pintu. Vinze melihat ukiran itu lalu sadar “Mungkin ini tulisan kuno suatu bangsa, biar kulihat dulu.” Dia lalu mengeluarkan buku dari tasnya lalu dibolak-balik. Raxion tiba-tiba sadar kalau dia memang pernah lihat batu itu ‘Apa mungkin? Tapi masa sudah selama ini?’ tanyanya dalam hati. Dia lalu berjalan bergabung dengan Miriam dan Vinze. Setelah melihat ukiran itu sebentar, Raxion bertanya “Bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu?” Vinze menutup bukunya menghela nafas “Tidak ada, bahkan dibuku panduan bahasa kuno inipun tidak ada bahasa seperti ini. Sepertinya bahasa ini sudah sangat tua.”

Mereka kemudian masuk lagi lebih dalam, didalamnya nampak ada tangga naik dan turun. Selain itu diantara tangga nampak pintu yang bersinar, Raxion melihat pintu itu berkata “Sepertinya pintu itu menuju keluar belakang kuil ini ya.” Vinze melihat tangga yang menuju keatas, lalu berkata “Kalau begitu bagaimana jika kita keatas lihat-lihat dulu? Siapa tahu ada sesuatu disana?” Raxion dan Miriam mengangguk setuju. Mereka mendaki tangga itu keatas, mendapati rupanya hanya naik 1 lantai dan tidak ada tangga lain lagi. Ruangan di lantai itu sangat luas, tapi sangat kosong. Begitu yang mereka kira awalnya, sampai Vinze mengeluarkan Sickle Staffnya dan mengeluarkan api kecil untuk penerangan. Miriam yang melihat kebawah berteriak “KYA!!!” lalu mendekap ke Raxion. Baik Raxion maupun Vinze bisa melihat alasannya, dibawah kaki mereka banyak tulang-tualng. Hanya saja tulang-tulang itu tidak jelas punya siapa, selain sudah menguning dan berdebu ukuran tulangnya juga berbeda-beda.

Vinze mendekat ke 1 tulang yang bersandar di tembok, dia melihat struktur tulang itu seperti manusia, hanya saja rongga matanya ada 1 bukan 2, selain itu sepertinya punya tanduk di kepalanya. Dia lalu ingat makhluk yang digambar itu dan sepertinya cocok dengan bentuk tulang ini. Ketika Raxion mendekat dia berkata “Coba lihat, bukankah mirip dengan makhluk yang digambar?” Raxion mengamatinya dengan seksama menjawab “Kamu benar.” Sembari berdiri Vinze bertanya “Sebenarnya apa yang sudah terjadi di sini?” Miriam melihat sekeliling, lalu sambil menunjuk ke ujung ruangan berseru “Hei lihat itu, sepertinya ada batu aneh disana.”

Vinze mengarahkan tongkatnya keujung ruangan, rupanya bukan batu melainkan pisau yang bertatahkan batu, hanya saja pisau itu bentuknya seperti kunci. Raxion mendekati pisau itu lalu diangkatnya untuk diteliti. Memang pisau itu berbentuk kunci, hanya saja ukirannya tidak simetris seperti kunci biasa. Vinze ikut melihat kunci itu, lalu berkata “Mungkin ada baiknya kita membawanya dengan kita, masih ada ruang bawah tanah. Siapa tahu ada sesuatu dengan kunci itu.” Raxion mengangguk lalu menyimpan kunci itu ke tasnya.

Mereka menuruni tangga kembali ke lantai sebelumnya. Lalu berjalan turun ke ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah juga gelap sehingga Vinze tetap membiarkan Force apinya menyala diujung tongkatnya. Ruang bawah tanah itu nampak bersih dan sempit, hanya saja nampak banyak ukiran-ukiran yang sama seperti mereka lihat di ruangan bergambar. Mereka mencoba meneliti di sekelilingnya, tapi tidak menemukan sesuatu yang ganjil sampai Miriam tersandung sesuatu. Rupanya ada tanaman merambat di bawah kakinya. Dia mencoba menarik putus tanaman itu, lalu muncul lubang aneh dibalik tanaman itu. Miriam memanggil mereka dan menunjuk ke lubang itu, Vinze menepuk kepalanya berkata “Good Job Miriam.” Miriam tersenyum bangga. Raxion menunduk melihat lubang itu, lubang itu berbentuk tanda + (plus), selain itu tidak ada yang istimewa. Vinze mengamati lubang itu sebentar, lalu bertanya “Raxion coba keluarkan kunci tadi.” Raxion merogoh tasnya mengeluarkan kunci itu. Tapi dilihat bagaimanapun kunci itu tipis, tidak mungkin dimasukkan ke lubang itu.

Miriam melihat dengan bingung bertanya “Jangan-jangan kuncinya ada 2 ya?” Raxion sekali lagi melihat kunci itu, dia menemukan sesuatu yang ganjil, garis tengah kunci itu seolah-olah ingin membelah kunci itu jadi 2. Sedangkan dipangkal kunci yang bulat itu itu, nampak seperti 2 lingkaran. ‘Jangan-jangan…’ Raxion mencoba memutar salah satu lingkaran itu, Vinze berkata “Hati-hati, kunci itu sudah agak tua. Jangan sampai patah.” Tiba-tiba terdengar suara klik ringan. Kunci yang tadinya hanya tipis berbentuk 2 dimensi, mulai memutar menyamping. Pangkal kunci bulat yang bagian dalam mulai menyilang. Miriam terkejut berseru “Jika dilihat dari ujung, bentuknya pas dengan lubang ini.”

Dengan hati-hati Raxion memasukkan kunci itu kelubang, awalnya tidak pas membuat mereka harus mencoba-coba dulu posisi yang tepat. Setelah dirasa pas, Raxion memutar kunci itu. Setelah satu putaran, terdengar suara seperti roda gigi bekerja, kunci itu juga berputar-putar terus. Dinding di hadapan mereka tiba-tiba terbuka. Mereka serentak melihat dinding terbuka lebar. Setelah suara roda gigi itu berhenti, mereka berdiri mendekati ruangan itu. Nampak ruangan itu kosong, begitu yang mereka kira sampai akhirnya mereka melihat sebuah peti tua. Peti itu tidak ada kuncinya, dan berwarna kuning. Vinze berhati-hati membuka peti itu, Miriam yang disampingnya menanti dengan berdebar-debar untuk melihat isi peti itu. Begitu terbuka banyak debu berterbangan. Mereka terbatuk-batuk menutupi hidung dan mengipas-ngipas tangan, kecuali Raxion tentu saja.

Vinze mendekatkan tongkat untuk melihat isi peti itu, Miriam dan Raxion juga menunduk untuk melihat lebih jelas. Didalam peti itu ada sebuah buku kuno, meski kucel dan kotor tapi sepertinya masih utuh dan bisa dibaca. Vinze membolak-baliknya dengan hati-hati, sedangkan Miriam mencoba meraba dasar peti itu, dan Raxion melihat sekeliling ruangan itu. Sambil menutup pelan buku itu Vinze berkata “Aku tidak bisa mengerti bahasanya, tapi ada gambar-gambar didalamnya. Dari gambar itu sepertinya bercerita tentang monster yang tadi.” Tangan Miriam sepertinya menyentuh sesuatu, dia mengangkatnya memperlihatkan pada mereka. Setelah mengamati sesaat Miriam berkata “Sepertinya kalung yah? Tapi batu yang di tengahnya kok hitam?” Raxion bisa melihat kalau batu yang ditengah itu bukanlah hitam, melainkan batu biasa yang sepertinya sudah kehilangan warnanya, dia menjelaskannya pada Miriam. Vinze menyarankan agar Miriam menyimpan kalung itu, mungkin ada gunanya nanti. Sedangkan dia mengeluarkan kain kecil dan membungkus buku itu dengan hati-hati lalu menyimpannya. Setelah mereka keluar ruangan, Raxion mencoba memutar kunci itu kearah sebaliknya lagi. Sekali lagi suara gigi roda terdengar dan kali ini dinding tersebut menutup. Setelah itu dia mencabut kunci itu dan melipatnya menjadi tipis lagi, lalu disimpannya.


Mereka kemudian naik kembali ke lantai sebelumnya. Sesampainya disana, mereka keluar dari kuil itu. Benar saja dugaan Raxion, pintu itu membawa mereka ke belakang kuil. Dari belakang kuil itu nampak sama dengan depannya. Vinze berkata dengan santai “Sepertinya kita menemukan sesuatu yang hebat yah, kalau pulang nanti aku mau meneliti buku tadi.” Merekapun melanjutkan perjalanan mereka sampai ke Amanus Peninsula. Mereka memandang laut sebentar, lalu Vinze bertanya “Bagaimana caranya kita menyeberang?” Miriam melihat Vinze dengan penuh harapan bertanya “Apa tidak bisa mengeluarkan Animus menerbangkan kita?” “Oi oi… mana mungkin bisa? Merekakan tidak besar?!” Raxion meliha sekeliling, lalu dia menemukan beberapa batang pohon, setelah berpikir sebentar dia berkata “Kita buat rakit. Aku pernah diajari caranya oleh Bellato Nomaden sebelumnya.” Merekapun mulai bekerja, Vinze mengeluarkan tali miliknya dan Raxion mengikat batang pohon itu menjadi 1. Miriam mencari pohon yang tipis panjang, lalu dia mengikisnya sedikit dan berusaha membuatnya menjadi galah untuk mendayung.

Setelah selesai Raxion mendorong rakit itu dan menahannya, setelah semuanya naik dia mendorongnya dengan galah panjang buatan Miriam. Setelah agak jauh dia mulai mendayung rakit mereka ke seberang menuju Salk Peninsula.

Artikel Terkait



0 comments:

Post a Comment